Kusimpan semua bunyi dalam sunyi. Biar kaurasa, bahwa diam adalah suara seisi dada. Duka memang bukan perkara mata, tetapi melihat kauberkhianat dengan mesra, mulutku jadi bernafsu untuk bergema, βManusia yang gemar berdusta, tak ubahnya rongsokan yang bernyawaβ. Ke mana angin surga yang kaujejalkan di telingaku dengan penuh asa? Tak lain hanya neraka yang didempul kata-kata. Kaubilang, perasaan bisa habis. Seperti batang rokok yang ludes dikunyah api. Siapa peduli? Nyatanya, dia merekat pada waktu. Dia tidak akan bisa habis. Namun berubah.